foto

Selasa, 17 September 2013

situs - situs

Situs jati wangi
 Jojok Telu
Jt. Wangi plt. Ki Tepus Rumput

komplek Makam Mbah R. Sayyid Kuning
 makam Adipati Onje (2)
 makam Adipati Onje
 makam mbah Puspa Jaga
 makam Simedang


pohon Blimbing Tua
Situs Batu arca
Situs Batu Dakon
tuk Domas

Rabu, 11 September 2013

Sejarah Onje

BAB I
PENDAHULUAN
I.   Latar Belakang
Desa Onje merupakan desa yang berada di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga. Sebagai  desa yang termasuk desa tua sudah barang tentu mempunyai Babad atau sejarah tersendiri. Sejarah adalah suatu pengetahuan tentang peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia pada waktu yang lampau sesuai dengan rangkaian kaulitasnya serta proses perkembangannya dalam segala aspeknya yang berguna sebagai pengalaman untuk dijadikan pedoman kehidupan manusia pada masa sekarang serta arah cita-cita pada masa yang akan datang (Udin S. Winataputra dkk 2002:56). Sebagai bukti hasil cipta,  rasa  dan karsa nenek moyang, maka sejarah sangat perlu dipelajari, diteliti dan dikaji untuk mendapatkan suatu bentuk tulisan yang bermanfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Disamping istilah sejarah juga ada istilah babad yang berasal dari bahasa Jawa. Kata babad berarti geschiekundig verhaal atau cerita sejarah. Peigeud (dalam Udin S. Winataputra dkk  2002: 54).  Karya sastra babad di Jawa diperkirakan mulai berkembang selambat-lambatnya pada akhir abad 17 (Diana Wisnandari 2007: 1).  Babad Onje merupakan cikal bakal Babad Purbalingga  Sugeng Priyadi (dalam Diana Wisnandari  2007: 1).  
Penulis mencoba untuk menggali sejarah serta babad yang berkembang di masyarakat Desa Onje. Namun dari pengertian sejarah dan babad yang dikemukakan di atas maka Penulis memang masih mengalami berbagai kendala karena dalam naskah babad yang ada, belum ditemukan waktu atau  masa terjadinya peristiwa yang terjadi pada  masa lampau di Desa Onje. Hanya menyebutkan kekuasaan raja-raja mulai dari Sultan Pajang, sampai dengan Kerajaan Mataram zaman Sri Susuhunan Pakubuana. Maka penulisan ini merupakan kombinasi dari pengertian sejarah, babad dan cerita yang berkembang di masyarakat dari masa ke masa. Dan didukung dengan adanya fakta peninggalan-peninggalan sejarah masa lalu.
2.   Tujuan Penulisan 
Tujuan penulisan buku ini adalah:
a)      Untuk  mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau di wilayah Onje dan wilayah lain yang masih ada hubungannya.
b)     Untuk mendokumentasi peristiwa-peristiwa yang bersumber dari Babad Onje yang ada, para tokoh masyarkat, dan buku-buku yang pernah ditulis baik berbentuk skripsi maupun bentuk lainnya.
c)      Melestarikan hasil cipta, karsa dan rasa nenek moyang.  

3.  Manfaat
Hasil penulisan ini diharapakan bermanfaat untuk :
a)      Menghargai para leluhur Desa Onje sebagaimana ungkapan  mikul dhuwur mendem jero terhadap para leluhur Desa Onje.
b)     Mengenalkan asal muasal atau sejarah lahirnya Desa Onje kepada para generasi penerus.
c)      Memberikan sumbangan kepada usaha pelestarian dan menggali budaya bangsa yang berkembang pada masa yang lampau.
d)     Melestarikan nilai-nilai luhur tinggalan nenek moyang.
e)      Mengantisipasi hilangnya sejarah, babad dan cerita tutur tentang Desa Onje akibat pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi.
f)       Sebagai pengalaman untuk dijadikan salah satu landasan kehidupan manusia pada masa sekarang serta arah cita-cita pada masa yang akan datang.  


BAB II
MENGENAL  DESA ONJE
Sebelum  mengenal sejarah atau babad Onje, terlebih dahulu penulis mengajak untuk mengenal Desa Onje.  Meskipun hanya sekilas, tetapi dapat memberikan gambaran umum tentang Desa Onje. 
1.   Letak Desa Onje
Desa Onje merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah. Terletak di sebelah utara Kabupaten Purbalingga mempunyai luas wilayah 383.410 Ha,  dengan batas-batas sebagai berikut :
-  Utara                       : Desa Kradenan dan Tangkisan
-  Timur                      : Desa Sindang
 -  Selatan                   : Desa Karangturi dan Banjaran
-  Barat                        : Desa Selaganggeng dan Mangunegara
Letaknya sangat strategis dengan jalur lalu lintas arah Kota Purbalingga – Bobotsari atau sebliknya. Dan kadang-kadang digunakan sebagai jalur alternatif ketika di jalan raya Purbalingga-Bobotsari terjadi suatu yang menghambat lalu lintas. Apabila kita berada di depan Pendopo Puspa Jaga Desa Onje, pada saat pagi atau sore ketika udara cerah dan bersahabat akan melihat suatu pemandangan yang mempesona. Sebelah barat terlihat menjulang tinggi Gunug Slamet, sementara ke utara terlihat pegunungan yang berwarna biru, ke timur terlihat perbukitan yang hijau, sementara lalu lalang kendaraan dan para kaum tani pergi ke tempat kerja dan aktifitas lainnya.  Wilayah Desa Onje juga terbelah dengan beberapa sungai yang penuh dengan aliran air dan riuh suara riak bersautan dan “kedung-kedung”   yang airnya tenang. Nama sungai – sungai tersebut adalah   Sungai Soso, Sungai Klawing, Sungai Paingen, Sungai Tlahab dan Sungai Tahunan.
2.   Pembagian Wilayah
Desa Onje terdiri dari 4 Dusun, 18 RT dan 8 RW.  Satu Dusun terletak  di sebelah timur sungai Klawing. Tiga dusun lainnya terletak di tengah-tengah yang dikelilingi Sungai Soso, Sungai Klawing, Sungai Paingen, Sungai Tlahab dan Sungai Tahunan. Blok atau istilah masyarakat Desa Onje menyebut dengan kolom Banawati berada di selatan sungai Paingen berbatasan dengan Desa Karangturi sedangkan Kuthabangsa berada di sebelah utara sungai Soso berbatasan dengan Desa Kradenan dan Tangkisan.


3.  Kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan
Masyarakat Desa Onje dapat dikatakan masyarakat yang dinamis. Dengan sumber daya yang ada mereka dapat menjalani kehidupan yang relatif layak.  Meskipun sebagian penduduknya ada di perantauan tetapi keikutsertaan dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat antusias. Hal ini dapat dilihat dengan keikutsertaan masyarakat dalam musyawarah-musyawarah desa, swadaya masyarakat dan rasa kebersamaan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan harmonis. Pelayanan kepada masyarakat pun baik. Hal tersebut dapat terlaksana berkat salah satunya dari kepemimpinan Kepala Desa Onje Bangun Irianto, S.Pd dan kerja sama antar lembaga desa serta dukungan masyarakat yang baik.  Salah satu hasil pembangunan yang sangat monumental, yaitu berupa bangunan pendopo yang diberi nama Pendopo Puspa Jaga. Pembangunannya dimulai pada hari Jum’at Kliwon tanggal             06 Juni 2008. Dan diresmikan oleh Bupati Purbalingga Drs. H. Triono Budi Sasongko,M.Si pada hari Kamis Wage  tanggal 25 Februari 2010.  Nama pendopo ini sangat berkaitan dengan sejarah atau babad Onje yang akan disajikan penulis dalam bab-bab selanjutnya.           





















BAB III
KISAH KI TEPUS RUMPUT 

1.  Sayembara Kerajaan Pajang
Ki Tepus Rumput, tokoh inilah yang mengawali cerita  babad Onje bahkan ada kaitan erat dengan riwayat berdirinya Purbalingga.  Beliau merupakan tokoh sentral keberadaan Kadipaten Onje pada masa lampau. Diceritakan (Sanurji & M. Maksudi) ketika itu di suatu tempat masih dalam keadaan alas (hutan) gung liwang-liwung. Tempat tersebut berada di sebelah timur gunung Slamet. Dialah petualang yang berasal dari bang kulon (wilayah barat). Nama sang petualang itu Ki Tepus Rumput. Dalam perjalanannya Ki Tepus Rumput singgah di suatu tempat. Duduk di atas sebuah batu dan bersandar pada pohon jati sambil beristirahat. Ternyata pohon jati yang digunakan untuk bersandar Ki Tepus Rumput berbau wangi. Tempat peristirahatan itu sekarang di kenal dengan nama Jati Wangi. (menurut  Sanurji & M. Maksudi).
Kemudian mendengar suara kokok ayam jantan dari arah tenggara. Dengan mendengar kokok ayam tersebut Ki Tepus Rumput menduga, ada manusia lain yang mungkin sudah mendiami tempat itu.  
 









  Gbr. : Jatiwangi , Tempat Peristirahatan Ki Tepus Rumput

Ki Tepus Rumput mencari tempat asal suara kokok ayam, ternyata ada sebuah padepokan yang dihuni oleh Ki Onje Bukut. Di sekeliling  padhepokan itu ditumbuhi banyak pohon burus.   Ki Tepus Rumput juga ditemui oleh sosok manusia, yang bernama Ki Kantha Raga. Dalam pertemuannya itu Ki Tepus Rumput di suruh bertapa di wetan gunung gede (Gunung Slamet) yang bernama bukit Tukung. Ternyata Ki Kantarga setelah memberikan wejangan dan perintah kemudian menghilang.  
Karena  tempat pertemuan antara Ki Tepus Rumput, Ki Onje Bukut dan Ki Kantharaga banyak ditumbuhi pohon burus maka tempat itu dinamakan Onje (bunga/kembang pohon burus). 
  
 







             


      Gbr. Tempat pertemuan Ki Tempus Rumput, Ki Onje Bukut &
                          Ki Kantaraga dan gambar  sebuah Batu Arca
Petualangan Ki Tepus Rumput   sekaligus  merupakan suatu perjalanan ritual berupa bertapa. Dalam  bertapa tersebut mendapatkan suatu wisik (ilham) agar mengikuti suatu sayembara yang diselenggarakan Sultan Pajang. Sayembara tersebut dilaksanakan karena Cincin milik Sultan Pajang yaitu Socaludira yang hilang. Cincin tersebut masuk ke jumbleng (jamban),  dan belum ada yang dapat menemukannya. Isi sayembara tersebut, bahwa barang siapa yang dapat menemukan Cincin Sultan Pajang maka apabila seorang perempuan akan dijadikan istri dan apabila seorang laki-laki  dihadiahi Garwa Selir Sultan yaitu Putri Adipati  Menoreh yang bernama Kencana Wungu,  serta sebindang tanah.
 










Gb.  Tempat pertapaan Ki Tepus Rumput, di tepi Sungai Onje,
 timur bukit Tukung
2.   Adipati Ore-Ore
Disebutkan dalam buku Babad Onje bahwa dalam mengikuti sayembara di Keraton Pajang Ki Tepus Rumput  berhasil menemukan Cincin Socaludira  milik Sultan Hadiwijaya (Naskah Babad Onje Hlm 38; Diana  Wisnandari,2007:41)  Maka ditepatilah janji Sultan Hadiwijaya bahwa kalau yang dapat menemukan seorang laki-laki maka akan diberi hadiah garwa selir.  Yaitu seorang putri yang berasal dari Menoreh anak dari Adpiati Menoreh. Maka sang Sultan pun memberikan hadiah tersebut dengan disertai pemberian lainnya yaitu berupa tanah seluas 200 grumbul dan diberi julukan atau “Sinebut Ing Ngaluhur, Kiyai Ageng Ore-Ore”.  Sultan Hadiwijaya berpesan bahwa sang putri jangan sekali-kali “digauli” .  Dalam nakah Babad  Onje yang disunting oleh (Diana Wisnandari, 2007:41) dituliskan ;
  “Ingkang abdi sami boten saguh  mendhet, amung Kyai Ki Tepus Rumput   ingkang saged mendhet. Lajeng dipunpaikani dinamelan sumur ing sandhingipun, nunten kepanggih kagungan dalem supe, lajeng kapundhut kalih Kanjeng Sultan Pajang, dhawuhe Kanjeng Sultan, “ingsun ora wani-wani, sapa kang anemokaken manira paringi bojo ingsung bocah desa asal Menoreh, Putrane Kyai Dipati Menoreh, iya rawatana, ananing iya wus meteng olih kapat tengah, iya iku poma-poma aja kowe tumpangi”.
Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa Kadipaten Onje berhubungan erat dengan kerajaan Pajang. Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam yang berdiri pada tahun 1568 M didirikan oleh Jaka Tingkir yang mempunyai nama lain Mas Karebet putra Ki Ageng Pengging atau Kebo Kenongo, kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukannya sebagai Raja Pajang disahkan oleh Sunan Giri  (Sadiman & Kusriyantinah : 1995 : 80-81).  Tidak ataupun belum ada  yang menyebutkan tahun berapa secara pasti kerajaan Pajang mengadakan sayembara yang dimenangkan oleh Ki Tepus Rumput. Setelah mengikuti sayembara dan berhasil mendapatkan hadiah dari Sultan Hadiwijaya, Ki Tepus Rumput  kemudian kembali ke arah barat,  yaitu ke dhusun Truka Onje  dengan disertai pengawal atau pendherek (menurut  Sanurji &  M. Maksudi). Diceritakan oleh Sanurji ada tiga  orang pengawal yaitu :
  1. Puspa Jaga
  2. Puspa Kantha
  3. Puspa  Raga
Penuturan dari M. Maksudi ada empat  orang pengawal, tiga tersebut diatas dan ditambah satu orang yang bernama Puspa Dipa.  
Dengan demikian maka Ki Tepus Rumput   menjadi Adipati I  di Kadipaten Onje, yang berjulukan atau nama lain Kyai Adipati Ore-Ore.  Di ceritakan (Sanurji & M. Maksudi) bahwa sebagai pusat Kadipaten berada di sebelah timur Sungai Klawing. 
 Tibalah pada saatnya anak yang dikandung Putri Menoreh lahir, dan ternyata lahir bayi laki-laki. Ki Tepus Rumput memberitahukan kepada Sultan Pajang. Sultan Pajang bersabda;
 “Ya kaulah yang merawat anak itu baik-baik, besok jika anak itu sudah mampu melayamkan tombak bawalah kemari”.  
Maka setelah tiba pada waktunya dipersembahkanlah anak itu ke Keraton Pajang. Kemudian Sultan Hadiwijaya memberi nama atau gelar  Kyai Adipati Anyakrapati ing Onje, dengan ditandai upacara bupati serta diberi tanah seluas 875 grumbul. Selain itu juga diberi sentana kamisepuh atau pengikut kaum kepala desa sebanyak tujuh keluarga supaya menjadi pembantu di Onje (Dian Wisnandari 2007 : 44). 
Ki Tepus Rumput telah berhasil mengasuh putra Sultan Panjang bahkan menjadi Adipati I di Onje  yang kemudian kekuasaannya  diteruskan  oleh putra Sultan Pajang.  Setelah menata pemerintahan dan dirasa sang Putra Sultan sudah mampu menjadi adipati  yang mumpuni  maka Ki Tepus Rumput  melanjutkan petualangannya menuju ke arah timur Kadipaten Onje.  Dan berakhirlah menjadi Adipati I di Kadipaten Onje, digantikan oleh Kiyai Adipati Anyakrapati.












BAB IV
ADIPATI  ANYAKRAPATI
1.  Kisah Kehidupan
Dikisahkan bahwa Kadipaten Onje dibawah pemerintahan Kyai Adipati Anyakrapati menjadi kadipaten yang cukup besar atau luas wilayah kekuasaanya.  Dari tahun berdirinya Kerajaan Pajang, maka dapat diperkirakan bahwa Kadipaten Onje dibawah pimpinan Kyai Adipati Ore-Ore mulai  sekitar tahun 1570 M dan dilanjutkan lagi pada sekitar tahun 1590 M oleh Kyai Adipati Anyakrapati.  Yang menguasai  wilayah meliputi Pandhomasan Timbang, Purbasari 100 grumbul, Bobotsari – Kertanegari 100 grumbul, Kadipaten 100 grumbul, Kontawijayan 100 grumbul, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan 100 grumbul, Toyareka 140 grumbul, Selanga Kalikajar 70 grumbul dan Onje 200 grumbul.  (Endang Purwaningsih 1986 : 28-29)
Kyai Adipati Anyakrapati memperistri putri dari Adipati Cipaku (Sanurji dalam Priyadi S  2006 : 208) yang bernama Dewi Pakuwati. Diceritakan, bahwa dari Dewi Pakuwati inilah Adipati Onje II mempunyai dua orang putra yaitu Raden Mangunjaya dan Raden Cakrakusuma. Kemudian memperistri lagi seorang putri dari Kadipaten Pasir Luhur.  Menurut penuturan Sanurji dan M. Maksudi bernama Kelingwati.  Diceritakan pula  Adipati Onje II juga memperistri Putri Adipati Arenan  atau para narasumber juga menyebutkan Nyai Pingen atau Paingan.  Hal ini berpengaruh terhadap topografi lokal karena nama itu juga dipakai untuk nama sebuah sungai yang mengalir di sebelah selatan Desa Onje sekarang (Sugeng Priyadi  2006 : 209). Narasumber menuturkan bahwa dari Putri Adipati Arenan menurunkan dua orang putra yang bernama Wangsantaka dan Arsantaka.  Arsantaka inilah yang disebut oleh para narasumber sebagai leluhur yang menurunkan para Adipati atau Bupati  Purbalingga disebut juga sebagai cikal bakal bupati Purbalingga.
Dari pernikahan  Adipati Onje II dengan  Kelingwati menurunkan seorang putri bernama Kuning Wati. Ketika sudah dewasa Kuning Wati dinikahkan dengan seorang ulama yang berasal dari daerah Cirebon, yang bernama Ngabdullah Syarif. Setelah menjadi Pengulu Kadipaten Onje  lebih dikenal dengan nama Sayyid Kuning. Mengenai tokoh Sayyid Kuning ini narasumber menuturkan  bahwa beliau berasal atau keturunan bangsa Arab. Yang mengelana menyebarkan agama Islam di tanah Jawa bagian barat. Diceritakan juga bahwa Ngabdullah Syarif masih kerabat dekat dengan Syarif Hidyatullah. Salah satu dari sembilan orang Wali Sanga. Selain menjadi pengulu, Sayyid Kuning sekaligus juga menjadi Imam Masjid Onje. Mengenai keberadaan Masjid Onje penulis menyusun dalam bab selanjutnya.
Pada tahun 1582 M Sultan Pajang meninggal dunia, (Sadiman & Kusriyantinah  1995 : 82-83) dan terjadi pergolakan di Kerajaan Pajang. Perebutan kekuasaan antara putra mahkota pajang Pangeran Benowo  dengan  Arya Panggiri Adipati Demak. Pangeran Benowo dapat disingkirkan oleh Arya Panggiri. Kemudian Pangeran Benowo mendapat bantuan dari Sutawijaya yang berasal dari Mataram. Akhirnya Arya Panggiri di singkirkan lagi oleh Pangeran Benowo dan Sutawijaya.  Arya Panggiri diperintahkan kembali lagi menjadi Adipati di Demak.  Pangeran Benowo sendiri pun merasa tidak sanggup menjadi raja dan menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya. Kemudian pusat pemerintahannya dipindah ke Mataram dengan demikian maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pajang.   Keadaan seperti itu sangat berpengaruh terhadap wilayah-wilayah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang.  Tidak terkecuali Kadipaten Onje. Terlebih setelah terjadi pergolakan di Mataram yang diakhiri dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M (Andi Jamaro & N. Wardi Wijaya 1993 : 53) .  Perjanjian tersebut membagi Mataram menjadi dua  kerajaan yaitu Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kadipaten Onje menjadi dibawah kekuasaan Kerajaan Surakarta.
2.  Akhir Kadipaten Onje
Para narasumber dan naskah babad yang ada, belum atau tidak ada yang menyebutkan siapa yang menjadi pengganti Adipati Anyakrapati pada waktu Kadipaten Onje di bawah kekuasaan kerajaan Surakata. Hanya disebutkan bahwa pada waktu kekuasaan raja Paku Buwana I Kadipaten Onje silep atau berakhir.  Kemudian Kadipaten Onje dijadikan Bumi Perdikan. Hal tersebut disebutkan dalam naskah Babad Onje halaman 111 -112 (Diana Wisnandari 2007 : 35-36).
Setelah berakhirnya Kadipaten Onje maka yang ada hanya kekuasaan Kyai Ngabehi Dhenok di Pamerden. Kyai Ngabehi Dhenok bergelar Dipayuda I yang menjadi Demang di Pamerden pada era Susuhunan  Pakubuana I sekitar tahun 1749.  Atas kehendak Kyai Ngabehi Dhenok maka Ki Pangulu Onje diberi kekuasaan perdikan dan diberi wilayah 3 gerumbul (dusun). Yaitu Tuwanwisa, Pesawahan (sekarang masuk Desa Karangturi Kecamatan Mrebet) dan Onje. Selain itu Ki Pangulu Onje juga dipercaya untuk merawat pepunden atau makam para leluhur dan mendirikan Jumngah (Sholat Jum’at).  Kemudian diberi nama Kyai Ngabdullah ing Onje. Kyai Ngabehi Dhenok meniggal dunia kekuasaan diberikan kepada Kiyai Ngabehi Gabug sekitar tahun 1752-1755,  setelah itu digantikan lagi oleh Kiyai Cakrayuda. Kiyai Cakrayuda ini berasal dari Toyamas (Banyumas).
Kemudian perdikan Onje dibawah kekuasaan Kiyai Ngabehi Dipayuda dari Pagendolan. Dikisahkan, bahwa Kiyai Ngabehi Dipayuda merupakan putra dari Wangsantaka putra Adipati Onje II,   yang juga demang di Pagendolan sewaktu masa Kadipaten Onje dibawah kekuasaan Adipati Anyakrapati. Wangsantaka ini juga mempunyai saudara laki-laki yang bernama Arsantaka. Karena terjadi pergolakan di Mataram yang berpengaruh pada pemerintahan Kadipaten Onje maka Arsantaka pergi mengelana ke daerah timur Kadipaten Onje.
Pada waktu kekuasaan Ngabehi Dipayuda, bumi perdikan Onje tetap diteruskan kekuasaannya tetapi di kurangi dua gerumbul  yaitu Pesawahan dan Tuwanwisa.  Maka tinggal Onje, dan dikurangi lagi tinggal Onje Pakauman saja. Tidak dijelaskan tahun berapa pengurangan – pengurangan bumi perdikan Onje. Hanya disebutkan dalam naskah Babad Onje bahwa pada tahun sadasa (sepuluh) dibedhal (dibelah menjadi) sabin elong sewu (Diana Wisnandari 2007 : 36).    
3.  Onje Masa Kademangan 
Pada masa ini bumi perdikan Onje makin berkurang. Karena daerah kekuasaan penjajah (Belanda) makin luas dan pengaruhnya pun semakin kuat.  Wilayah-wilayah  bekas kekuasaan Kadipaten Onje menjadi jajahan Belanda. 
Setelah munculnya Kabupaten Purbalingga yang masih berkaitan dengan Kadipaten Onje, bumi perdikan Onje menjadi wilayah yang kekuasaannya dipegang oleh Demang. Ada dua Kademangan yang ada di Onje yaitu Kademengan Kauman dengan nama demangnya Dul Gana. Dan  Kademangan Blimbing dengan nama demangnya Yudabangsa.
4.  Onje Menjadi Desa
Berdasarkan surat keterangan Proyek Manuskrip Surakarta  “SASONO POESTOKO”  tertanggal 31 Oktober 1991. Kabupaten Purbalingga berdiri pada 23 Juli 1759 M.  Sedangkan secara resmi Hindia Belanda menguasai  Purbalingga pada tahun 1830 (Tri Atmo 2009:1).   Pada tanggal 18 Desember 1830 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah (Tri Atmo 2009:2) bahwa Karesidenan Banyumas dibagi empat kabupaten. Yaitu Banyumas, Adji Barang, Dayeuh Luhur, dan Poerbalingga. Maka sejak saat itu Kabupaten Purbalingga secara resmi menjadi kabupaten tersendiri terpisah dari Banyumus.  Sampai sekarang tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Purbalingga.  Dapat diartikan bahwa Kabupaten Purbalingga merupakan produk dari penjajahan Hindia Belanda.
 Pada waktu penjajahan Belanda benar-benar menguasai Kabupaten Purbalingga Kademangan yang ada di Onje bergabung menjadi sebuah desa. Maka disebutlah Desa Onje.  Dengan demikian segala  yang berhubungan dengan pemerintahan harus tunduk kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Dari kademangan dirubah menjadi desa maka wilayahnya makin sempit.  Sedangkan para penguasa yang tidak setuju dengan hal – hal yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda pergi keluar dari Onje dan berganti nama, untuk penyamaran.  Inilah bentuk perlawanan para leluhur  Onje yang menentang penjajahan ditanah airnya.  Diceritakan salah satu tokohnya adalah Wangsantaka.  Lain dengan saudara laki-lakinya yang bernama Arsantaka.  Beliau pergi dari Kadipaten Onje dan kemudian mempunyai keturunan yang menjadi penguasa atau bupati  Purbalingga. 
   Pada tahun 1828 pada peristiwa Perang Diponegoro  para penguasa  Onje keturunan Adipati Onje II banyak yang berpihak pada Pangeran Diponegoro.  Dan salah satu tokoh yang terkenal yaitu Singayuda.  Diceritakan bahwa beliau adalah keturunan dari Adipati Onje II  (Adipati Anyakrapati).   
Dari cerita ini maka tidaklah berlebihan bahwa rasa patriotisme orang Onje memang sangat besar. Yaitu mempertahankan bumi tumpah darahnya dari pencaplokan para penjajah. Penguasa Purbalingga pada waktu itu cenderung berpihak kepada pemerintah Hindia Belanda.  Sedangkan Wangsantaka dan keturunannya yang memiliki rasa patriotisme tinggi mempertahankan dan membela tanah airnya dari kungkungan penjajah.  Maka pantaslah beliau disebut sebagai tokoh  yang memiliki unsur-unsur heroisme.  
Pada masa  penjajahan Hindia Belanda,  Onje yang sudah menjadi desa , dipimpin oleh seorang lurah.  Berikut nama – nama lurah yang penulis peroleh dari para narasumber yaitu :
  1. Nur Ahmad, memerintah sampai wilayah Mangunegara.
  2. Majalani
  3. Tirtadirana, memerintah sampai wilayah Tangkisan
  4. Arsadirana,  dikenal dengan nama Lurah Popo.
  5. Mertabesari
  6. Martadiwirya
  7. Arsareja,  memerintah dari tahun 1922 – 1945.
Pada masa penjajahan Jepang desa Onje pun masuk dalam kekuasaan Kabupaten Purbalingga.  Setelah Republik Indonesia berdiri pada tahun 1945, Desa Onje tetap dibawah kekuasaan Kabupaten Purbalingga, sampai sekarang.  Lurah atau Kepala Desa Onje dan masa jabatannya setelah Republik Indonesia berdiri adalah sebagai berikut :
  1. Martosupono,  tahun 1945 – 1975
  2. S. Warnoto (penjabat sementara) tahun 1975 – 1980
  3. Supono Adi Warsito , 1981 – 1989
Penjabat diisi pegawai Kecamatan Mrebet, 1989-1990
  1. Suwarso, 1990-1998
  2. Bangun Irianto, 1998-2006, 2006 - sekarang









BAB  V
  PETILASAN KADIPATEN ONJE

1.   Jati Wangi
Petilasan ini sekarang masuk wilayah Dusun III, tepatnya di RT 001 RW 005. Tempat ini merupakan tempat beristirahatnya Ki Tepus Rumput. 
 









Gb. Lokasi  Jatiwangi, sekarang menjadi tempat pemakaman umum
Bersandar pada pohon jati yang berbau wangi. Sehingga tempat ini dikenal dengan nama Jati Wangi. Sekarang menjadi Tempat Pemakaman Umum. Namun masih nampak sekali sebagai petilasan.  Diceritakan bahwa pohon jati yang berbau wangi ini ditebang dan kayunya digunakan sebagian untuk saka (tiang) masjid Onje dan sebagian untuk  saka guru Pendopo Kabupaten Banyumas.
2.   Batu Arca
Bertempat disebelah timur rumah Kepala Desa Onje Bangun Irianto,S.Pd.  Melihat wujud arca tersebut sudah berusia ratusan tahun. Tentang kisah yang berkembang mengenai arca tersebut memang ada beberapa versi. Ada yang menyebutkan arca tersebut sebagai peninggalan jaman pra sejarah.  Kemudian versi yang




                                  
Gambar : Batu Arca
lainnya menuturkan arca tersebut merupakan gambaran Ki Kantha Raga, sosok manusia yang menemui Ki Tepus Rumput pada waktu bertapa. Yang digambarkan pada sebuah batu. 




3.   Kedung Pertelu
 









Gb. Kedung Pertelu, sekarang di lokasi sekitar ini dibuat Dam Pengendali Lumpur
Menurut (Sanurji & M. Maksudi) bahwa Kedung Pertelu merupakan tempat pertapaan Ki Tepus Rumput. Ditempat inilah mendapat petunjuk untuk mengikuti sayembara di Keraton Pajang. Terletak di wilayah Dusun IV, dipinggir sungai yang dikenal nama Kali Onje.  Petilasan ini berupa batu cadas yang terdapat gambar yang digoreskan nampak seperti sepatu kuda atau tlepak jaran.
4.   Pohon Blimbing
Terletak di wilayah Dusun II, tepatnya RT 001 RW 003. Pohon ini merupakan pohon blimbing tertua di Onje bahkan mungkin di wilayah Kabupaten Purbalingga. Belum diketahui secara  pasti berapa usia pohon tersebut. Sebab menurut narasumber dan orang-orang tertua di Desa Onje  
 












                                         Gbr. Pohon Blimbing
mengatakan tahu-tahu sudah sebesar itu. Diceritakan bahwa di sekitar pohon blimbing inilah diperkirakan tempat atau lokasi Pendopo Adipati Onje II berada.
5.   Tuk Domas
Tuk merupakan sumber mata air. Diceritakan bahwa di tempat yang digunakan sebagai tempat mandi atau siram para istri / garwa Adipati Onje. Terletak di pinggir sungai Paingen, kondisinya kurang terawat karena jarang digunakan. 
 









                                                 Gbr.  Tok Domas
Air di Tuk Domas ini dipercaya oleh sebagian orang memiliki khasiat. Maka tidak mengherankan kalau ada orang yang mengambil atau bahkan mandi dan berwudhu di tempat itu.
6.   Makam  Medang
Makam ini terletak di wilayah Dusun I, tepatnya  di pinggir jalan utama Desa Onje. Lebih tepatnya lagi dapat terlihat apabila akan memasuki Desa Onje dari arah selatan, maka akan mejumpai dua makam. Makam yang pertama adalah makam Adipati Onje II dan setelah melewati jembatan sungai Paingen akan menjumpai makam Medang.



 









Gbr. Makam Medang
Diceritakan bahwa makam ini adalah makam istri Adipati Anyakrapati. Ada dua makam yang berdampingan. Keduanya adalah istri Adipati yang berasal dari Kadipaten Cipaku dan Kadipaten Pasir Luhur.  
Pada waktu Kadipten Onje masih berdiri tempat ini merupakan dapur dari pendopo atau rumah Adipati Onje II.
7.   Pesarean  
Ditempat inilah Adipati Onje II dimakamkan. Selain makam Adipati Onje II juga terdapat makam tokoh-tokoh lain.
Makam ini terpisah dari makam-makam lainnya. Dibatasi dengan benteng batu (kandang sengker) dan terdapat pintu
masuk di sebelah selatan. Ditumbuhi pohon - pohon besar yang usianya  sudah tua.  Letaknya secara kewilayahan sekarang masuk Pesawahan Desa Karangturi.
 









                                       Gbr. Makam Adipati Anyakrapati 
Disamping makam Adipati Onje II juga dibagian luar makam dijadikan tempat pemakaman umum Desa Onje dan Desa Karangturi khususnya grumbul Pesawahan. Apabila akan memasuki makam Adipati Onje II kita akan menaiki undhak-undhakan atau tangga  karena tempatnya dibagian atas.
8.   Jojok Telu
Jojok telu banyak yang menyebut Kedung Pertelu.  Tempat ini merupakan pertemuan tiga sungai. Yaitu sungai Paku, sungai Paingen dan sungai Tlahab. Diceritakan bahwa tempat ini merupakan tempat pertemuan para wali, sebelum membangun masjid Onje.
 









                         Gbr.  Pemandangan  Jojok Telu diwaktu siang hari
Kemudian apabila kita naik sedikit dari tepi kedung  akan menjumpai situs pra sejarah berupa batu Dakon. Diceritakan pula bahwa Dakon atau yang sering disebut Watu Lumpang  merupakan peninggalan dukun bayi semasa Kadipaten Onje II. Dan nama lumpang juga dipakai sebagai nama makam yang berada disebelahnya.   Jojok telu inilah yang sering dikunjungi banyak orang pada waktu-waktu tertentu.  Karena menurut kepercayaan sebagian orang pengunjung apabila mandi di tempat itu akan mendapat berkah dan dimudahkan dalam urusananya. Ada yang datang hanya sekedar ingin melihat tempat yang dibilang langka itu.
 






                      

  

Gbr. Situs Batu Dakon / Watu Lumpang
9.   Makam Nagasari
Merupakan tempat pemakaman Mbah Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning, atau dikenal dengan  Mbah Sayyid Kuning. 
 








                              
                                  Gbr. Kompleks Makam Mbah Sayyid Kuning
Tempat ini pun sering didatangi oleh banyak orang.  Dengan maksud berziarah dan berdoa sesuai dengan keinginan masing-masing.  Para peziarah ini datang bukan hanya dari wilayah Purbalingga tetapi ada juga yang datang dari luar daerah bahkan pernah ada yang datang dari luar Jawa.
10.   Makam Puspa Jaga
Terletak di depan Pendopo Desa Onje, sekaligus pendopo tersebut diberinama Pendopo Puspa Jaga.  Tokoh ini  merupakan salah satu tokoh yang sangat berjasa pada masa Kadipaten Onje. Beliau adalah pengawal Ki Tepus Rumput sewaktu memboyong selir Raja  Hadiwijaya, ke Onje.
 









                                        
Gbr. : Makam Mbah Puspa Jaga
Setelah menjadi Adipati Onje I,  Ki Tepus Rumput  dalam melaksanakan tugas-tugasnya juga dibantu oleh Puspa Jaga.  Bahkan sampai masa Adipati Onje II Puspa Jaga pun masih dipercaya untuk membantu menjalankan roda pemerintahan.
11. Makam Mbah Singayuda
Ditempat inilah tokoh pejuang yang melawan kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda dimakamkan.
 









                                      
                                    Gbr. Makam Mbah Singayuda
Mbah Singayuda menurut kisahnya merupakan salah satu laskar bahkan menjadi  senopati  dari Pangeran Diponegoro, yang bertugas untuk wilayah Banyumas.
Tempat ini memang masih jarang dikunjungi oleh para peziarah.  Lokasi makam berada diwilayah Dusun III.  Berdekatan dengan sungai Soso dan sungai Klawing.  Dari Pendopo Puspa Jaga sekitar  300 m   ke arah timur .





















BAB VI
MASJID RADEN SAYYID KUNING

1.   Awal Berdirinya
Salah satu bukti sejarah yang sampai sekarang masih terjaga dan terpelihara adalah Masjid Onje. Masjid ini merupakan masjid kebanggaan masyarkat Desa Onje. Diceritakan (Sanurji & M. Maksudi) bahwa pada waktu itu Onje belum ada atau belum bernama Onje, masih dalam kondisi alas (hutan) gung liwang-liwung.  Datanglah seorang pengelana yang bernama Syaikh Samsudin. Beliau adalah utusan raja dari negara Arab  untuk datang ke tanah Jawa. Karena di tanah Jawa sedang terkena pageblug (wabah).  Syaikh  Samsudin singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Onje. Beliau istirahat untuk melaksanakan sholat. Tempat untuk sholat itu adalah sebuah batu. Di tempat batu inilah yang kemudian berdiri sebuah masjid. Batu tersebut sekarang tersimpan dibawah lantai keramik tepatnya di bawah mimbar Masjid Raden Sayyid Kuning.  Meskipun tidak atau belum ada catatan sejarah namun cerita turun - temurun ini tetap ada dan  berkembang di masyarakat Onje,
bahkan sebagian besar percaya kebenarannya. Dan narasumber menceritakan bahwa peristiwa itu terjadi pada sekitar abad ke -14 M.
 








        
             Gambar: Masjid Raden Sayyid Kuning
Pada waktu itu menurut (M.Maksudi), ada Wali singgah di Plataran Jojok Telu. Mereka  mengadakan suatu musyawarah. Selanjutnya mendatangi sebuah tempat yang sekarang menjadi perempatan masjid.  Kemudian menuju ke arah barat dan disitulah terdapat batu yang dapat dipakai untuk sholat. Seusai melaksanakan sholat mereka mendirikan sebuah bangunan yang berbentuk masjid. Belum keseluruhan bangunan itu selesai mereka meninggalkan tempat itu.

2.   Raden Sayyid Kuning
Mengenai tokoh Sayyid Kuning ini penulis memang penuh hati-hati dalam menuliskannya.  Karena dalam naskah Babad Onje nama Sayyid Kuning tidak disebutkan.  Yang disebutkan hanya “Ngabdullah Ing Onje” sebagai Pengulu di Onje.  
Diceritakan  (Sanurji & M. Maksudi), pada masa Kadipaten Onje, dengan Adipati Anykrapati sebagai adipatinya. Bangunan peninggalan Wali yang berbentuk masjid diperbaiki atau dipugar.  Kayu yang dipakai adalah kayu jati yang berasal di Jati Wangi.  
Sebagai seorang adipati, Adipati Anyakrapati melengkapi tugas pemerintahannya dibidang keagamaan.  Yaitu mengangkat Ngabdullah Syarif sebagai pengulu kadipaten.  Ngabdullah Syarif adalah seorang ulama besar yang berasal dari Cirebon. Selain sebagai pengulu beliau juga merupakan Imam Masjid Onje, yang mengelola dan mengurus masjid. 
Ngabdullah Syarif lebih dikenal dengan nama Raden Sayyid Kuning. Nama tersebut dipakai setelah beliau menjadi kerabat Adipati Onje II. Dengan memperistri putrinya yang bernama Kuningwati. Putri dari Kelingwati istri Adipati Onje II yang berasal dari Kadipaten Pasir Luhur.
3.   Nama Masjid Onje
Tahun 1940 waktu itu Onje sudah menjadi desa dibawah pemerintahan Bupati Purbalingga.  Pada tahun inilah Masjid Onje untuk pertama kalinya direhab. Semenjak diperbaikai pada masa kadipaten dan perdikan sampai dengan pemerintahan Kabupaten Purbalingga.  Pada saat itu Desa Onje dipimpin oleh seorang Penatus/Lurah/Kepala Desa yang bernama  Arsaredja.  
 









             Gbr. Mimbar Masjid Raden Sayyid Kuning
Di Desa Onje sampai dengan tahun 1980-an hanya ada satu masjid.  Sampai pada tahun 1983 dibangun  masjid lainnya hal ini yang menggugah para jama’ah dan pengurus masjid Onje untuk memberi nama masjid yang memang hanya terkenal dengan sebutan  masjid Onje. Untuk pemberian nama masjid para pengurus bermusyawarah sekiranya nama apa yang tepat untuk masjid tersebut.
 








Gbr. Saka guru masjiddan slorok  yang sudah berusia ratusan tahun
Ada beberapa usulan nama yang disampaikan pada saat musyawarah. Namun akhirnya  karena ada beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada kesepuhan, maka pengurus dan beberapa perwakilan jama’ah sowan (berkunjung) ke tempat Habib Lutfi bin Yahya di Pekalongan.  Maka Habib Lutfi bin Yahya memberikan saran dan nasehatnya yang kemudian diterima oleh pengurus masjid serta perwakilan jama’ah.   Masjid Onje diberi nama Masjid Raden Sayyid Kuning oleh Habib Lutfi.  Maka diboleh dikatakan bahwa pemberi nama untuk masjid Onje adalah Habib Lutfi bin Yahya seorang ulama besar yang berasal dari kota Pekalongan Jawa Tengah.   
 










          Gb. Batu yang digunakan  sebagai penunjuk masuknya  waktu sholat
Sejak itulah masjid yang hanya dikenal dengan Masjid Onje dikenalkan dengan nama Masjid Raden Sayyid Kuning. Nama tersbeut mengadung makna tersendiri, terutama dengan sejarah keberadaan masjid tersebut.  Ada beberapa pendapat mengenai nama-nama Imam Masjid Onje.
 Berikut ini nama – nama Imam Masjid Raden Sayyid Kuning. Yang penulis peroleh dari penuturan para narasumber dan sesepuh masjid, yaitu :
  1. Raden Sayyid Kuning / Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
  2. Kyai Samirudin
  3. Kyai Ibrahim
  4. Kyai Ilyas
  5. Kyai Murmareja bin Mustahal
  6. Kyai Murjani
  7. Haji Ibrahim
  8. Kyai Sanrawi
  9. Kyai Masngadi tahun 1945 – 2007,
Khotib H.M. Soemarno tahun 1996 - 2007
  1. Kyai M.  Maksudi
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Onje Nomor     tahun 2008. Beliau sebagai pengganti Kyai Masngadi, dan masih bersifat Pelaksana Tugas (sampai dengan tahun 2010 ini belum definitif) .     
4.   Aboge
Salah satu warisan sejarah yang berkaitan dengan masjid Onje adalah Aboge.  Yaitu penghitungan tahun  dalam menentukan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Jadi Aboge  bukan suatu aliran dalam agama Islam. Menurut para narasumber bahwa penghitungan tahun Aboge  ada sejak zaman Sunan Kalijaga yang diteruskan oleh Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning dan hingga sekarang masih ada,  digunakan serta  dilestarikan.   
Kata Aboge  diambil dari Alif, Rebo Wage yang digabung atau disingkat untuk memudahkan mengingat tahun. Alif merupakan nama tahun Jawa, Rebo Wage hari pertama pada tahun Alif atau tanggal 1 Muharam.  Ada delapan nama tahun yang ada dalam penghitungan Jawa, delapan tahun disebut satu Windhu.  Nama –nama tahun Jawa  yang penulis peroleh dari narasumber adalah sebagai berikut :
  1. Tahun Alif                    (           )                        
  2. Tahun He/Ha              (           )
  3. Tahun Jim Awal          (           )
  4. Tahun Za                      (           )
  5. Tahun Dal                    (           )
  6. Tahun Ba                      (           )
  7. Tahun Wawu               (           )
  8. Tahun Jim Akhir         (           )
Menurut Imam Masjid Raden Sayyid Kuning (M.Maksudi), penghitungan untuk menentukan hari raya berdasarkan tahun-tahun tersebut merupakan bentuk dari hisab.  Dasar atau dalil yang digunakan adalah Qur’an Surat Yunus ayat (5).
Berikut ini tabel penentuan hari raya (Idul Fitri ) berdasarkan Tahun Jawa (Aboge) ;
Nama Tahun
Hari 1 Muharam
Hari 1 Syawal
Alif
Rebo Wage
Rebo Kliwon
He
Ahad Pon
Ahad Wage
Jim Awal
Jum’at Pon
Jum’at Wage
Za
Selasa Paing
Selasa Pon
Dal
Setu Legi
Setu Paing
Ba
Kemis Legi
Kemis Paing
Wawu
Senen Kliwon
Senen Manis
Jim Akhir
Jum’at Wage
Jum’at Kliwon
Apabila sudah sampai pada tahun Jim Akhir maka penghitungan kembali ke tahun Alif dan begitu seterusnya.     
Untuk memudahkan dalam mengingat hari awal tahun maka dibuat singkatan (akronim), sebagai berikut.
1.  Tahun Alif,           disingkat   A-bo-ge
2.  Tahun He,            disingkat   He-had-pon
3.   Tahun Jim Awal, disingkat  Ja –ngah-pon
4.  Tahun Za,             disingkat Za-sa-ing
5.  Tahun Dal,           disingkat Dal-tu-gi
6.  Tahun Ba,             disingkat Ba-mis-gi
7.  Tahun Wawu,      disingkat Wa-nen-won
8. Tahun Jim Akhir, disingkat Ja-ngah-ge.              
Berikut ini contoh dalam menentukan 1 Syawal. Tahun 2010 M merupakan tahun Dal, hari pertama tahun tahun Dal adalah Setu (Sabtu)  Legi, maka tahun 2010 M  tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Setu (Sabtu) Paing.
Sedangkan untuk menentukan hari pertama tiap-tiap bulan tahun Jawa adalah sebagai berikut :
1.  Muharam              : 1 Muharam, hari ke-1 pasaran ke -1
2.  Sofar                      : 1 Sofar , hari ke -3 pasaran ke-1
3.  Robiulawal          : 1 Robiulawal, hari ke- 4 pasaran ke -5
4.  Robiulakhir          : 1 Robiulakhir, hari ke-6 pasaran ke-5
5.  Jumadilawal        : 1 Jumadilawal, hari ke-7 pasaran ke-4
6.  Jumadilakhir        : 1 Jumadilakhir,hari ke-2 pasaran ke-4
7.  Rojab                     : 1 Rojab, hari ke-3 pasaran ke-3
8.  Sya’ban                 : 1 Sya’ban, hari ke-5 pasaran ke-3
9.  Romadhon           : 1 Romadlon, hari ke-6 pasaran ke-2
10. Syawal                 : 1 Syawal, hari ke-1 pasaran ke-2
11. Dzulqoidah         : 1 Dzulqoidah, hari ke-2 pasaran ke-1 
12. Dzulhijah             : 1 Dzulhijah, hari ke-4 pasaran ke-1
Agar mempermudah dalam mengingat maka dibuatlah singkatan-singkatan sebagai berikut:
1.  Muharam              : Rom-ji-ro
2.  Sofar                      : Far-lu-ji
3.  Robiulawal          : Nguwal – pat-ma
4.  Robiulakhir          : Nguwir –nem-ma
5.  Jumadilawal        : Diwal-tu-pat
6.  Jumadilakhir        : Dikhi-ro-pat
7.  Rojab                     : Jab-lu-lu
8.  Sya’ban                 : Ban-ma-lu
9.  Romadhon           : Dom-nem-ro
10. Syawal                 : Wal-ji-ro
11. Dzulqoidah         : Dah-ro-ji 
12. Dzulhijah             : Jah-pat-ji
Hari (ke-) dan pasaran (ke-) dihitung dari hari awal tahun dan pasarannya. 
Itulah hasil cipta, karsa dan rasa nenek moyang  yang ada di Desa Onje. Terlepas dari unsur benar-salah maka itulah yang ada dan telah digunakan secara turun temurun. 



BAB  VII
PENUTUP

Syukur Alhamdulillah  kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan tentang Sejarah Onje.  Dengan berbagai keterbatasan yang ada kami mencoba untuk menyajikan yang terbaik bagi semua pihak. Namun sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kepada semua pihak, penulis mohon ma’af yang setulus-tulusnya. Semoga para tokoh yang ditulis dalam buku ini mau memberikan ma’af dan memaklumi apabila ada hal yang kurang berkenan.
Akhirnya penulis berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang lebih berkompeten dan para ahli sejarah,   demi kelestarian sejarah dan budaya yang memiliki nilai-nilai luhur.




DAFTAR  PUSTAKA

Jamaro Andi A.D. dan Wijaya Ardi N, Perjanjian Gianti, CV. Al Bayan, Bandung, 1992;
Priyadi Sugeng, Tabu Nikah Pada Masyarkat Onje-Cipaku Di Purbalingga, Jurnal Penelitian Humaniora, Purwokerto, 2006;
Purwaningsih Endang, Babad Onje (Transliterasi-Terjemahan Perbandingan dengan Babad Purbalingga), Skripsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1986;  
Triatmo, Proses Hari Jadi Kabupaten Purbalingga,  Purbalingga, 2009;
Winataputra, Udin S, dkk, Materi dan Pembelajaran IPS SD, Universitas Terbuka, Jakarta 2008;
Wisnandari Diana, Cerita Adipati Onje Dalam Naskah-Naskah Babad, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, 2007 ;
Wisnandari Diana, Dokumunetasi Naskah Babad Onje (Koleksi Bapak Soepono Adi Warsito),  Semarang 2007;  
              




Lampiran 1
 












           Gambar : Naskah Babad Onje











 















Gb. Halaman judul naskah Babad Onje
Punika Serat Sejarah babad Onje”












 








      





Gb. Naskah Babad Onje







Lampiran 2

BIODATA TIM PENULIS
SAKHURI

 









Lahir  di Purbalingga, pada tanggal 27 Mei 1975.
Bertempat tinggal di RT 002 RW 006 Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, pendidikan SLTA
Perangkat Desa dengan Jabatan Kepala Dusun 3, sejak tahun 1998 sampai sekarang.






AGUS TRIYANTO
 










Dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 30 Mei 1974, menempuh pendidikan  terakhir di STAIN Purwokerto, Program Diploma II PGMI/SD.
Perangkat Desa dengan jabatan Kepala Urusan Umum, sejak tahun 2003 sampai sekarang.   Bertempat tinggal di RT 001 RW 006 Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.








SOFAN HADI

 









Dilahirkan pada tanggal 04 Juli 1979, bertempat tinggal di RT 001 RW 003. Lulusan SD Negeri 1 Onje tahun 1992, menempuh pendidikan di MTs Negeri Bobotsari lulus tahun 1995, tahun 1998 lulus SMA Karya Bhakti Bobotsari.  Dan  pendidikan Diploma II G-PAI di STAIN Purwokerto tahun 2001,  terakhir di Universitas Negeri Yogyakarta, pada program D II PGSD lulus tahun 2008.  Bekerja sebagai guru pada salah satu Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan Mrebet.





Lampiran 3
BIODATA NARASUMBER

SANURJI
 







Dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1937 di Purbalingga.
Tokoh masyarakat ini berpenglaman dalam memberikan keterangan – keterangan mengenai sejarah Onje.  Bisa disebut sebagai tokoh 3 jaman. Beliau menjabat sebagai Pamong Desa dengan jabatan Kebayan pada tahun 1960, semasa Jabatan Kepala Desa Onje di pegang oleh Marto Supono.  Kemudian pada tahun 1983 jabatan Kebayan  di rubah dihapus, kemudian menjadi Kepala Urusan Pembangunan sampai masa purna tugas pada tahun 2002. 






M. MAKSUDI
 






Imam Masjid Raden Sayyid Kuning yang akrab disapa
Kyai Sudi, lahir di Purbalingga, pada  tanggal 07 Juli 1966.
Pendidikan Madrsah Aliah KH Hasyim  Asy’ari  lulus pada tahun 1984.  Menjadi santri di “BUNTET PESANTREN” Cirebon pada tahun 1977 sampai tahun 1987. Pernah kuliah di IKIP Muhammadiyah Purwokerto (sekarang UMP). Pengasuh TPQ Raden Sayyid Kuning sekaligus juga Kepala Madrasah Diniyah Raden Sayyid Kuning Desa Onje.

Bertempat tinggal di RT 001 RW 003 Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten  Purbalingga.